Diberdayakan oleh Blogger.

Keluhan / saran

Popular Posts

KUA Temon Mewakili Kulon Progo

Kantor Urusan Agama (KUA) Temon selaku wakil Kabupaten Kulonoprogo siap bersaing degan KUA-KUA dari kabupaten lain untuk memenangkan lomba KUA Teladan tingkat DIY 2015. Selain menyiapkan profil Kepala KUA, juga siap menyajikan visi, misi, motto dan janji pelayanan.

"Visi KUA Temon ingin mewujudkan masyarakat yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri dan sejahtera lahir batin. Visi kami jabarkan dalam misi dengan berbagai kegiatan konkrit yakni tujuh point yakni meningkatkan kualitas pelayanan bidang keagamaan dan kehidupan beragama, meningkatakan kualitas pelayanan teknis dan admintrasi nikah serta rujuk berbasis IT ," kata Ketua KUA Temon Zamroni SAg MSi di ruang kerjanya.
Zamroni optimis KUA Temon bisa mengungguli KUA lain DIY dengan sejumlah program unggulan yang mereka lakukan selama ini serta pembuatan memorandum of understanding (MoU) layanan masyarakat. "Dalam hal MoU pelayanan kepada masyarakat kami dasarkan kerjasama dengan instansi terkait se-Kecamatan Temon." terangnya.

Ada 26 kesepakatan yang telah dibuat dengan 17 program unggulan diantaranya program tentang alur prosedur pelaksanaan nikah, pelurusan arah kiblat masjid, musola, langgar, pensertifikatan tanah wakaf, pembinaan program DPKS, kursus calon penganten (susjaten), pelayanan program imunisasi, layanan aduan masyarakat secara  on line maupun off line.
liputan KR

Tahun Depan Pendftaran Haji Gunakan Sistem Sidik Jari :Tunggu PMA

Kasubdit Pendaftaran Haji, Direktorat Pelayanan Haji Dalam Negeri, Kementerian Agama, M. Noer Alya Fitra, menjelaskan, pemerintah sedang merencanakan penggunaan sistem sidik jari dalam prosedur layanan pendaftaran haji.

“Mudah-mudahan sistem ini efektif dapat diberlakukan 1 Januari 2016 nanti,” tukas Noer Alya Fitra disela-sela kegiatan review tahunan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) dengan Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH) di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin siang (20/04).

Tujuan dari penerapan sidik jari ini, kata Noer Alya Fitra, untuk menunjang kebijakan Menteri Agama dalam memberikan kesempatan kepada masyarakat yang belum pernah berangkat haji.
“Jadi kalau yang sudah haji otomatis akan terekam dan ditandai di komputer tidak boleh berangkat haji lagi, sampai waktu tertentu yang ditentukan dalam Peraturan Menteri Agama nanti. Dengan begitu, mereka yang masuk antrian haji yang panjang tapi belum pernah sama sekali berangkat haji, peluangnya lebih besar. Kasihan, yang ngantri panjang tapi belum pernah berangkat haji. Jadi, memberikan kesempatan kepada orang yang belum pernah berangkat haji sama sekali lebih mulia ketimbang mendahulukan orang yang sudah pergi haji berkali-kali,” tandasnya lagi.

Kebijakan ini, kata dia, masih direncanakan dan dibahas pimpinan. “Insya Allah tinggal menunggu payung hukumnya Peraturan Menteri Agama (PMA). Pak Dirjen sudah setuju. Begitu PMA turun, langsung jalan. Targetnya, 1 Januari 2016 sudah efektif dilaksanakan,” tambahnya lagi. (rio/ar)
oleh Affan Rangkuti http://haji.kemenag.go.id

Makna Agung Dibalik Doa untuk Orang Tua

Membaca judul tulisan ini otomatis hampir semua kita tahu dan langsung teringat doa keseharian kita untuk kedua orang tua. Rabbighfir lii Waliwaalidayya Warhamhumaa Kamaa Rabbayaanii Shagiiran (Wahai Tuhanku, Ampunilah dosa-dosaku dan kedua orang tuaku, serta kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka telah mendidikku sewaktu kecil), begitulah redaksi lengkapnya. Mendoakan kedua orang tua adalah tanda bakti kita kepada keduanya, baik saat masih hidup maupun setelah mereka berdua tiada. Berbakti kepada orang tua merupakan akhlak manusia yang utama dan paling ditekankan Allah dalam firman-Nya, setelah berkhlak kepada Allah dengan “larangan menyembah kepada selain-Nya”. Ini setidaknya jelas disebutkan dalam QS. Al-Isra/17: 23 tentang ketentuan Allah bagi manusia; QS. Luqman/31: 13-14 tentang nasehat Lukman kepada anaknya; QS. Al-Baqarah/2: 83 tentang perjanjian Allah dengan Bani Israel. Begitu utamanya berbakti kepada kedua orang tua, sampai-sampai Rasulullah Saw. yang begitu mencintai umatnya berlepas tangan dari seseorang yang tidak mengindahkannya. Ali bin Abi Thalib Ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Aku berlepas tangan dari seseorang yang tidak memenuhi hak kedua orangtuanya". Saat itu, Ali bertanya, "Rasulullah, bagaimana jika dia tidak memiliki sesuatu?" Rasulullah menjawab, "Ia tetap berkewajiban untuk mendengarkan dan menaati apa yang dikatakan keduanya; berkata lemah lembut kepada keduanya; dan tidak membentak atau mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan kejengkelan dan ketidaksabaran.” Ada yang bertanya pada Nabi, "Bagaimana jika kedua orang tuanya telah meninggal dunia?" Rasulullah SAW menjawab, "Dia bersedekah untuk kedua orang tuanya dengan memberi makan fakir miskin, membaca Al-Qur'an, dan berdoa. Jika dia tidak melakukan itu, maka dia telah mendurhakai kedua orang tuanya. Ingat, orang yang mendurhakai kedua orang tuanya adalah orang yang berbuat maksiat. Seseorang yang shalat fardhu lalu berdoa untuk kedua orang tuanya pasti doanya juga diterima oleh Allah. Dia pun diampuni berkat doanya itu walaupun kedua orang tuanya itu fasik". Namun, yang menarik dari redaksi doa di atas adalah penggalan kata Warhamhumaa kamaa rabbayaani shagiiran yang kurang lebih maknanya “kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka telah mendidikku sewaktu kecil”. Dalam sebuah kesempatan perkuliahan S2 di UIN Jakarta, seorang Guru Besar Tafsir memberikan pemahaman yang mengejutkan terhadap penggalan doa yang termaktub dalam QS. Al-Isra’/17:24 ini. Menurutnya, kata kamaa (sebagaimana) menjelaskan makna proporsionalitas, di mana besarnya pahala yang berhak diterima oleh orang tua yang didoakan itu sesuai besarnya jasa mereka dalam mendidik anaknya dulu semasa kecil, baik balasan di dunia semasa mereka masih hidup maupun nanti di hari akhir. Pendapat tersebut tentu akan terus menjadi perdebatan kalau dipahami secara matematis, namun bagi penulis di balik itu ada makna spirit dan motivasi bagi orang tua untuk memberikan perhatian maksimal bagi tumbuh-kembang anaknya sedari kecil. Nah, salah satu bentuk perhatian yang sangat penting dari orang tua kepada anaknya adalah dialog atau komunikasi. Dalam hal ini, ada sebuah temuan ilmiah yang menarik soal dialog antara orang tua dengan anaknya, yakni Tesis seorang Mahasiswi Universitas Ummul Quro, Makkah, pada Fakultas Pendidikan, Konsentrasi Pendidikan Islam dan Perbandingan. Sarah binti Halil bin Dakhilallah al-Muthiri, demikian nama mahasiswi tersebut, memberikan judul Tesisnya: “Dialog Orang Tua dengan Anak dalam al-Qur’an al-Karim dan Aplikasi Pendidikannya”. Kesimpulan hasil penelitiannya menjelaskan bahwa terdapat 17 dialog berdasarkan tema antara orang tua dengan anak dalam al-Qur’an yang tersebar dalam 9 Surah, yang rinciannya sebagai berikut: - Dialog antara ayah dengan anaknya (14 kali); - Dialog antara ibu dan anaknya (2 kali); - Dialog antara kedua orangtua tanpa nama dengan anaknya (1 kali). Ternyata al-Qur’an ingin memberikan pelajaran bahwa untuk melahirkan generasi istimewa harus memberikan porsi lebih banyak bagi ayah untuk berkomunikasi dengan anaknya. Al-Quran menyebutkan ayah 7 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan ibu (14:2) dalam hal berdialog dengan anaknya. Mendukung temuan ilmiah dalam al-Quran tersebut, ada sejumlah hasil penelitian yang memperlihatkan efek ketidakhadiran ayah. Dalam studi yang dilakukan oleh Kalter dan Rembar dari Children’s Psychiatric Hospital, University of Michigan, AS, dari 144 sampel anak dan remaja awal yang kurang pendidikan ayahnya, ditemukan tiga masalah utama. Sebanyak 63 persen anak mengalami problem psikologis subjektif, seperti gelisah, sedih, suasana hati mudah berubah, fobia, dan depresi. Sebanyak 56 persen kemampuan berprestasinya rendah atau di bawah kemampuan yang pernah mereka capai di masa sebelumnya. Sebanyak 43 persen melakukan agresi terhadap orangtua. Dalam studi yang dilakukan khusus terhadap anak-anak perempuan ditemukan hasil yang kurang lebih sama. 69 persen mengalami problem psikologis, 47 persen punya masalah akademis, dan 41 persen melakukan agresi terhadap orangtuanya. Dalam Journal of Divorce Harvard University, AS, Rebecca L. Drill, mengatakan, “Akibat perceraian orangtua dan absennya ayah setelah itu memiliki dampak luar biasa negatif terhadap perasaan anak. Sebagai contoh, perceraian orangtua dan kehilangan ayah terbukti berkaitan erat dengan kesulitan anak melakukan penyesuaian di sekolah, penyesuaian sosial, dan penyesuaian pribadi.” Menurut psikolog dan pakar pemerhati anak, Elly Risman, di antara maraknya kasus anak-anak dan remaja yang bermasalah di negara ini salah satunya karena hilangnya figur ayah dalam keluarga. Negara kita sudah menjadi negara tanpa ayah, kata Ketua Yayasan Kita dan Buah Hati ini. Dengan demikian, dengan tidak menegasikan pentingnya peran ibu, seorang ayah dituntut menyempatkan banyak berdialog dengan putra-putrinya, sebagaimana dikuatkan dengan temuan ilmiah dalam al-Quran di atas. Hal penting apa yang disampaikan dalam dialog itu? Sebagai pelajaran, al-Quran telah menceritakan dialog Luqman dengan anaknya yang termaktub dalam Surah Luqman/31 ayat 12-19. Jangan pernah berharap terlahir generasi terbaik apabila seorang ayah tidak pernah menjadi pribadi yang komunikatif bagi anaknya. Hal inilah yang sejatinya tidak dilupakan oleh kita yang bercita-cita menciptakan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah dalam hidupnya. Wallahu a’lam bish shawwab. – Edi Junaedi (Magister Studi “Agama dan Masyarakat”, Pegawai Direktorat Penerangan Agama Islam) http://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/makna-agung-dibalik-doa-untuk-orang-tua#sthash.yskAQRqv.dpuf

KUA dan Haji Harus Bersih dari Gratifikasi

“Kantor Urusan Agama (KUA) dan Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) harus benar-benar bersih dari gratifikasi. Sebagai satuan kerja yang langsung bersentuhan dengan masyarakat mereka harus mempunyai Standar Operasional Prosedur yang jelas, mempunyai rumusan standar pelayanan minimal dan mengacu pada standar pelayanan prima.” tegas Inspektur Jenderal M. Jasin dalam Rapat Gelar Hasil Pemeriksaan Khusus/Kasus Tahap II di ruang Inspektorat Investigasi (Senin, 02/03/2015).

Di tahun 2014 capaian kinerja Kementerian Agama menurut mantan jajaran pimpinan KPK ini masih berkisar pada skor 54,83 capaiannya masih rendah. Sehingga di tahun 2015 Itjen akan melakukan evaluasi kinerja kepada 118 satuan kerja (satker) sebagai piloting project. Hal itu dimaksudkan agar outcome kinerja Kementerian Agama dalam pembangunan keagamaan, pendidikan, dan pelayanan masyarakat dapat dirasakan keberadaannya.

“Kementerian Agama dengan jumlah pegawai sekitar 240 ribuan dan menghabiskan anggaran setiap tahunnya sekitar 60 triliyun belum signifikan dalam membangun icon bersih dan melayani kepentingan masyarakat secara prima termasuk dalam peningkatan mutu pendidikan.” papar M. Jasin pula.

Untuk mendorong agar satker di bawah lingkup Kementerian Agama tidak gemuk struktur, Irjen M. Jasin merekomendasikan agar Madrasah Ibdtidaiyah (MI) tidak lagi menjadi satker. Hal itu untuk efektifitas struktur dan meminimalisir ketidaktertiban administrasi satker karena tidak terlalu banyak lagi. Sehingga Itjen diharapkan menjadi agent of change dalam pembangunan mindset dan kinerja Kementerian Agama secara khusus dan pembangunan masyarakat secara umum.
     
Reporter: Agus Salim
Redaktur: Nurul Badruttamam

Pernikahan Bagi Tuna Wicara

Melangsungkan Pernikahan*, Sah Dengan Tiga Kali Anggukan Saja
Cinta tak pandang bulu. Siapa saja bisa merasakan manis pahitnya percintaan. Begitu pula yang dirasakan oleh Paimun, 29 dan Dewi Setiana, 29, keduanya adalah penderita tuna rungu. Hingga akhirnya, keduanya memutuskan untuk menikah. Hanya dengan anggukan saja, pernikahan mereka dinyatakan sah oleh Penghulu dari KUA Kecamatan Temon dan para saksi.
Suasana meriah terlihat disebuah rumah pinggir jalan raya Kulonprogo-Purworejo Rabu 20 Oktober 2010. Suara gending jawa terdengar cukup santer dari rumah tersebut. Disana sedang dilangsungkan sebuah pernikahan. Sepintas tak ada yang berbeda dengan pesta pernikahan yang berlangsung di pedukuhan Plempukan desa Sindutan kecamatan Temon Kulonprogo Yogyakarta.
Namun, ketika menyaksikan akad nikah yang dilaksakan kedua mempelai terasa ada yang berbeda. Tak ada pengucapan ikrar ijab qobul oleh mempelai lelaki, yang terlihat hanyalah anggukan dari mempelai laki-laki diikuti oleh mempelai perempuan saja. Oleh Penghulu dari KUA kecamatan Temon, Latif Fuad Nurul Huda, S Ag, dan para saksi pernikahan itu pun disahkan.
“Ijab Qobul yang dilaksanakan tadi menggunakan bahasa isyarat. Mempelai lelaki cukup mengangguk saja. Anggukan pertama untuk mengiyakan nama, anggukan kedua untuk mengiyakan mas kawin, dan anggukan ketiga untuk mengiyakan ikrar pernikahan,”ucapnya.
Menurut Latif, cara ini digunakan untuk mempermudah ijab qobul yang dilakukan oleh mempelai laki-laki, Paimun, penyandang tuna rungu dan wicara. Terpenting tata cara yang digunakan bisa dimengerti oleh calon pengantin yang dinikahkan. Keduanya pun sudah sah dinyatakan sebagai suami istri.
“Asalkan bisa dimengerti oleh keduanya, bisa dengan anggukan bisa juga dengan isyarat tangan. Kebetulan mas Paimun juga tak bisa membaca makanya cukup dengan anggukan saja,”terangnya.
Kedua mempelai sendiri, Paimun dan Dewi Setiana, mengaku sangat bahagia. Akhirnya jalinan cinta selama dua tahun yang dirajut berakhir dipelaminan. Mereka berharap, pernikahan ini bisa langgeng dan bisa menjadi penyemangat teman-teman tuna rungunya untuk segera melangsungkan pernikahan mereka. Bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk membina rumah tangga.
“Sangat bahagia dengan pernikahan ini. Semoga bisa cepat dapat momongan, inginnya punya anak dua,”ujar Paimun dengan bahasa isyarat.
Menurut Dewi, kisah cinta keduanya sangat unik. Bermula dari pertemanan semasa di SDLB N Pengasih. Keduanya lantas tak bertemu untuk sekian lama, hingga akhirnya bertemu lagi dua tahun silam ketika mengikuti sebuah pelatihan. Dari situ, pendekatan dilakukan oleh Paimun yang memiliki sisi romantis. Hingga, keduanya berpacaran dan akhirnya menikah kemarin.
“Suka sama suka, padahal dulu teman waktu sekolah di SDLB. Sungguh tak menyangka ternyata kita berjodoh,”imbuh Dewi juga dengan bahasa isyarat.
Terpisah, Dwi Pinarto, kakak Dewi, mengungkapkan rasa leganya. Adik bungsunya mangakhiri masa lajangnya. Dari lima bersaudara, hanya Dewi sajalah yang menyandang tuna rungu. Dwi berharap adiknya mendapatkan kebahagiaan lebih setelah menikah.
“Doa untuk Dewi dan Paimun, semoga usahanya jahitannya makin laris. Dan cepat mendapatkan momongan,”ungkapnya.
Rasa bahagia juga dirasakan oleh teman-teman sesama tuna rungu Paimun dan Dewi. Mereka mengaku salut dengan keputusan yang diambil kedua mempelai. Salah satunya, diungkapkan oleh Sigit Suroso, menurutnya langkah yang diambil pasangan Paimun dan Dewi memberikan inspirasi tersendiri. teman-teman yang lain juga ingin segera melangsungkan pernikahan.