Home » » Pernikahan Bagi Tuna Wicara

Pernikahan Bagi Tuna Wicara

Melangsungkan Pernikahan*, Sah Dengan Tiga Kali Anggukan Saja
Cinta tak pandang bulu. Siapa saja bisa merasakan manis pahitnya percintaan. Begitu pula yang dirasakan oleh Paimun, 29 dan Dewi Setiana, 29, keduanya adalah penderita tuna rungu. Hingga akhirnya, keduanya memutuskan untuk menikah. Hanya dengan anggukan saja, pernikahan mereka dinyatakan sah oleh Penghulu dari KUA Kecamatan Temon dan para saksi.
Suasana meriah terlihat disebuah rumah pinggir jalan raya Kulonprogo-Purworejo Rabu 20 Oktober 2010. Suara gending jawa terdengar cukup santer dari rumah tersebut. Disana sedang dilangsungkan sebuah pernikahan. Sepintas tak ada yang berbeda dengan pesta pernikahan yang berlangsung di pedukuhan Plempukan desa Sindutan kecamatan Temon Kulonprogo Yogyakarta.
Namun, ketika menyaksikan akad nikah yang dilaksakan kedua mempelai terasa ada yang berbeda. Tak ada pengucapan ikrar ijab qobul oleh mempelai lelaki, yang terlihat hanyalah anggukan dari mempelai laki-laki diikuti oleh mempelai perempuan saja. Oleh Penghulu dari KUA kecamatan Temon, Latif Fuad Nurul Huda, S Ag, dan para saksi pernikahan itu pun disahkan.
“Ijab Qobul yang dilaksanakan tadi menggunakan bahasa isyarat. Mempelai lelaki cukup mengangguk saja. Anggukan pertama untuk mengiyakan nama, anggukan kedua untuk mengiyakan mas kawin, dan anggukan ketiga untuk mengiyakan ikrar pernikahan,”ucapnya.
Menurut Latif, cara ini digunakan untuk mempermudah ijab qobul yang dilakukan oleh mempelai laki-laki, Paimun, penyandang tuna rungu dan wicara. Terpenting tata cara yang digunakan bisa dimengerti oleh calon pengantin yang dinikahkan. Keduanya pun sudah sah dinyatakan sebagai suami istri.
“Asalkan bisa dimengerti oleh keduanya, bisa dengan anggukan bisa juga dengan isyarat tangan. Kebetulan mas Paimun juga tak bisa membaca makanya cukup dengan anggukan saja,”terangnya.
Kedua mempelai sendiri, Paimun dan Dewi Setiana, mengaku sangat bahagia. Akhirnya jalinan cinta selama dua tahun yang dirajut berakhir dipelaminan. Mereka berharap, pernikahan ini bisa langgeng dan bisa menjadi penyemangat teman-teman tuna rungunya untuk segera melangsungkan pernikahan mereka. Bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk membina rumah tangga.
“Sangat bahagia dengan pernikahan ini. Semoga bisa cepat dapat momongan, inginnya punya anak dua,”ujar Paimun dengan bahasa isyarat.
Menurut Dewi, kisah cinta keduanya sangat unik. Bermula dari pertemanan semasa di SDLB N Pengasih. Keduanya lantas tak bertemu untuk sekian lama, hingga akhirnya bertemu lagi dua tahun silam ketika mengikuti sebuah pelatihan. Dari situ, pendekatan dilakukan oleh Paimun yang memiliki sisi romantis. Hingga, keduanya berpacaran dan akhirnya menikah kemarin.
“Suka sama suka, padahal dulu teman waktu sekolah di SDLB. Sungguh tak menyangka ternyata kita berjodoh,”imbuh Dewi juga dengan bahasa isyarat.
Terpisah, Dwi Pinarto, kakak Dewi, mengungkapkan rasa leganya. Adik bungsunya mangakhiri masa lajangnya. Dari lima bersaudara, hanya Dewi sajalah yang menyandang tuna rungu. Dwi berharap adiknya mendapatkan kebahagiaan lebih setelah menikah.
“Doa untuk Dewi dan Paimun, semoga usahanya jahitannya makin laris. Dan cepat mendapatkan momongan,”ungkapnya.
Rasa bahagia juga dirasakan oleh teman-teman sesama tuna rungu Paimun dan Dewi. Mereka mengaku salut dengan keputusan yang diambil kedua mempelai. Salah satunya, diungkapkan oleh Sigit Suroso, menurutnya langkah yang diambil pasangan Paimun dan Dewi memberikan inspirasi tersendiri. teman-teman yang lain juga ingin segera melangsungkan pernikahan.

Written by : Admin KUA Temon

Terimakasih atas kunjungan anda, sangat berarti bagi kami jika berkenan meninggalkan jejak dengan memberikan komentar di Web ini dan atau bergabung dengan kami melalui jearing sosial dibawah ini

Join Me On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for visiting ! ::